السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

text berjalan

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Menu

Minggu, Maret 31, 2013

Menjadi Leader Bagi Diri Sendri



Bayangkan ketika setiap orang memiliki keinginan Memimpin Orang Lain, apakah yang terjadi…? Tentunya Premanisme akan booming, Hukum Rimba merajalela, Yang Kuat Yang Menang, dan banyak lagi chaos yang terjadi.  Sekarang saja dengan banyak poster, baligho, spanduk, gambar-gambar calon pemimpin daerah yang menjamur sudah sangat “menyilaukan” mata dan hati setiap orang yang lalu lalang.  Banyaknya keinginan orang-orang tersebut yang “merasa” lebih baik dan lebih pantas memimpin orang lain telah membutakan banyak mata, baik mata mereka sendiri dan juga mata orang lain.  Pada akhirnya Mata Hati masyarakat kita juga ikut tertutup.
Sangat disayangkan untuk urusan begini, banyak sekali orang yang ingin maju memimpin.  Terkadang mereka lupa bahwa syarat penting bisa memimpin orang lain adalah “Mampu Memimpin Diri Sendiri”.  Hukum Kepemimpinan menjelaskan bahwa Pemimpin yang Baik adalah Pengikut yang Baik.  Pemimpin adalah orang yang dipilih, diikuti karena Kapasitas dan Kemampuannya.  Pemimpin tidak mengangkat diri sendiri, namun diangkat oleh orang lain, yang dengan mata hatinya melihat bahwa dia layak untuk menjadi seorang Pemimpin.
Ketika Anda belum mampu memimpin diri sendiri, sebaiknya dengan legowo mundur dan kembali dalam pertapaan untuk belajar dan terus belajar tentang kepemimpinan.  Sudahkah Anda menyadari, sebelum berangkat maju sebagai calon pemimpin, dan sebelum Anda bersuara bahwa “ini adalah panggilan hati”“ini adalah permintaan masyarakat”, ada baiknya Anda perlihatkan kemampuan Anda memimpin Diri Sendiri dengan menjadi seorang insan yang taat pada ajaran agamanya, anak yang berbakti pada kedua orang tuanya, Ayah yang Bijak bagi Anak-anak, Suami yang setia pada Istri atau Wanita yang taat akan Suami.  Itulah Kepemimpinan Sejati Anda, ketika Anda menjadi Panutan, Pedoman dan Idola bagi Istri/Suami dan anak-anak, serta Orang Tua dan Keluarga.  Cukup rasanya Anda berbangga mampu memimpin diri sendiri daripada memimpin orang lain.  Janganlah keluarga, teman-teman, anak dan istri atau suami bangga hanya ketika Anda menjabat sebagai Walikota, Bupati atau Gubernur, sementara pada akhir tugas Anda hanya seorang pensiunan lapuk.
Pemimpin Besar adalah orang yang mampu memimpin diri sendiri dan keluarganya.  Pemimpin Besar selalu dilahirkan, walau Kepemimpinan dapat dipelajari, namun hakikat kepemimpinan adalah Pilihan yang Dipilih bukan Pilihan untuk Memilih.  Jadilah Pemimpin bagi Diri Sendiri sebelum “Niat” menjadi Pemimpin Orang lain.

KEISTIMEWAAN ILMU TERHADAP HARTA


oleh: HS
Keutamaan Ilmu Atas Harta ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu itu akan menjagamu, sedangkan harta engkaulah yang menjaganya. Ilmu itu semakin berkembang dengan infaqkan, sedangkan harta akan berkurang jika dinafkahkan. Ilmu adalah yang mengaturmu, sedangkan harta, engkau yang akan mengaturnya, mencintai ilmu adalah agama yang seorang itu beribadah dengannya. Ilmu akan membuahkan ketaatan di dalam kehidupan pemiliknya serta mengharumkan namanya setelah ia meninggal dunia.
Kebaikan para pemelihara harta akan melenyap bersamaan dengan kepergiannya. Para penimbun harta (pada hakikatnya) telah mati (meskipun) mereka itu masih hidup. Adapun para ulama tetap kekal sepanjang masa. Jasad mereka telah tiada, namun kenangan tentang mereka senantiasa melekat di hati manusia.” (Durus fil Qira’ah al- Mustawa ar-Rabi’, hlm. 16) Sumber: Majalah Asy Syariah no. 70/VI/1432 H/2011, rubrik Permata Salaf.

 Penting manakah antara Ilmu dari pada Harta


Sepuluh orang kaum Khawarij mendatangi Khalifah ke-IV, Ali bin Abi Thalib Ra. Mereka mendatangi Khalifah karena ingin menanyakan sesuatu, di samping rasa iri terhadap kepandaian khalifah, baik dalam ilmu agama maupun lainnya. Rasuluilah Saw pernah bersabda: "Aku ini kotanya ilmu pengetahuan, dan Ali adalah sebagai pintunya."
Sesampainya mereka dihadapan Khalifah Ali, mereka diterima dengan ramah, dan Khalifah menganggap mereka sebagai tamu terhormat.
Salah seorang dari mereka membuka pertanyaan kepada Khalifah Ali: "Wahai Ali, kami adalah sepuluh orang yang diutus oleh kaum kami untuk mengajukan pertanyaan kepadamu, dan kami akan bergiliran bertanya kepadamu. Dan jawabanmu nantinya akan kami bawa pulang kepada kaum kami."

Khalifah Ali menjawab: "Baiklah kalau demikian. Dan apa yang akan kalian tanyakan padaku?"
"Wahai Ali, manakah yang lebih mulia, ilmu pegetahuan atau harta benda, dan terangkan pula sebab-sebabnya?" tanya orang pertama.
"Ilmu pengetahuan itu adalah warisan para nabi, sedangkan harta kekayaaan adalah warisan Qarun, Syadad dan lain-lain. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan lebih mulia daipada harta benda," jawab Khalifah Ali.
Kemudian orang kedua memberikan pertanyaan: "Manakah yang lebih mulia ilmu pengetahuan atau harta benda, dan jelaskan sebab-sebabnya?"

"Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmulah yang menjaga dan memelihara pemiliknya, sedangkan harta yang empunyalah yang memelihara dan menjaganya," jawab Khalifah Ali.
Setelah orang pertama dan kedua selesai dijawab oleh Khalifah Ali, kemudian orang ketiga, keempat, kelima, hingga orang kesepuluh mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang diajukan oleh orang pertama dan kedua.
Kepada penanya ketiga khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena orang yang berilmu banyak sahabatnya, sedangkan orang yang banyak hartanya lebih banyak musuhnya."

Kepada penanya keempat khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu bila disebarkan atau diajarkan akan bertambah sedangkan harta kalau diberikan kepada orang lain akan berkurang."
Kepada penanya kelima khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak dapat dicuri, sedangkan harta benda mudah dicuri dan dapat lenyap."
Kepada penanya keenam khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak bisa binasa, sedangkan harta kekayaan dapat lenyap dan habis karena masa dan usia."

Kepada penanya ketujuh khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu tidak ada batasnya, sedangkan harta benda ada batasnya dan dapat dihitung jumlahnya."
Kepada penanya kedelapan khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena ilmu memberi dan memancarkan sinar kebaikan, menjernihkan pikiran dan hati serta menenangkan jiwa, sedangkan harta kekayaan pada umumnya dapat menggelapkan jiwa dan hati pemiliknya."
Kepada penanya kesembilan khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia daripada harta, karena orang yang berilmu mencintai kebajikan dan sebutannya mulia seperti si 'Alim, dan sebutan mulia lainnya. Sedangkan, orang yang berharta bisa melarat dan lebih cenderung kepada sifat-sifat kikir dan bakhil."

Dan kepada penanya kesepuluh khalifah menjawab: "Ilmu lebih mulia dan lebih utama daripada harta kekayaan, karena orang yang berilmu lebih mendorong untuk mencintai Allah. Sedangkan harta benda dapat membangkitkan rasa sombong, congkak dan takabur."
Seusai mendengarkan jawaban Khalifah Ali yang begitu cemerlang, kesepuluh orang kaum Khawarij itu berdecak kagum, karena satu pertanyaan dapat dijawab dengan sepuluh jawaban. Kemudian, mereka kembali kepada kaumnya dengan rasa puas, dan bertambah yakin bahwa Khalifah Ali benar-benar sebagai pintu gerbangnya ilmu.

Jumat, Maret 29, 2013

Kisah seorang pemuda yang hidup selama 17 tahun dalam kuburan


Edisi : Eksklusif

Selama 17 Tahun tinggal di kuburan.
Pernahkah anda mengetahui kisah ini?

Anda mungkin mengira bahwa ia tinggal di daerah dekat kuburan.
Tidak! Dia tidak tinggal di daerah dekat kuburan, tapi ia tinggal di dalam kuburan itu sendiri.
Bagaimana kisahnya?

Anda mungkin tidak akan mempercayai kisah ini, karena pemuda ini lahir dari keluarga berada. Ayah dan Ibunya orang yang terpandang dan memiliki kekayaan yang berlimpah. Dalam pandangan masyarakat sekitar, kedua orang tua ini adalah orang tua yang sempurna, namun orang hanya bisa menilai apa yang tampak. Orang-orang tidak tahu bahwa kedua orang tua terpandang inilah yang memasukkan anaknya ke dalam kuburan, dan menjalani hidup selama 17 tahun di dalam kuburan!

Setiap hari, sang anak makan, minum dan tidur di dalam kuburan, yang penuh kegelapan. Sang Anak juga hanya bisa menjalani apa yang diberikan kedua orang tuanya, tanpa perlawanan. Menjelang ulang tahun pemuda itu yang ke-17, orang tuanya berjanji akan mengabulkan apa pun permintaan si pemuda sebagai hadiah ulang tahunnya.

Sang pemuda berpikir, inilah saatnya dia akan mengajukan permintaannya, ia tidak ingin lagi tinggal di kuburan, tapi apakah orang tuanya benar-benar akan mengabulkan permintaannya?

Hari itu pun tiba. Sang pemuda berulang tahun yang ke-17. Kedua orang tuanya datang menghampiri dan menanyakan hadiah apa yang ia inginkan. Sang pemuda menjawab, “Ayah, Ibu… saya tidak meminta banyak, saya hanya minta satu hal.” “Apa, Nak? katakanlah, Ayah dan Ibu pasti akan mengabulkan permintaanmu”

“Ayah dan Ibu berjanji?”
“Tentu, Nak. Ayah dan Ibu berjanji akan memenuhi permintaanmu, selama kami mampu.”
“Ayah… Ibu… saya tidak ingin tinggal lagi di kuburan”
“Apa? Apa maksud permintaanmu itu, Nak?”
“Ayah sudah berjanji akan mengabulkan permintaanku, dan hanya itu permohonanku, Yah.”
“Iya, Nak. Ayah sudah berjanji… tapi… tapi… Ayah tidak mengerti, Nak.”
“Ayah, sudah 17 tahun saya tinggal di sini, tapi tidak seharipun saya mendengar Ayah atau Ibu membaca Al Quran.

Sedangkan Rasulullah pernah mengatakan bahwa rumah yang tidak pernah dibacakan Al-Quran di dalamnya adalah seperti kuburan. 

Saya tidak ingin tinggal lagi di kuburan, Yah.”“
”Ayah dan Ibu sang pemuda terdiam.
“Ayah dan Ibu bahkan tidak pernah mengajariku bagaimana membaca Al-Quran. Memang rumah ini mewah, besar dan orang-orang melihatnya sebagai istana. Tapi mereka tidak tahu, bahwa di mata Rasulullah, rumah ini seperti kuburan. Jika Ayah dan Ibu mau menepati janji mengabulkan permintaanku, tolong Yah..Aku tidak ingin lagi tinggal di kuburan.

Ajarilah aku membaca Al-Quran, agar rumah ini bercahaya dengan cahaya Al-Quran.
”Renungan Di manakah kalian selama ini makan, minum, tidur dan menetap? di rumahkah? di kos kah? di kontrakan kah? atau kah di kuburan? karena Rasulullah mengibaratkan rumah yang tidak pernah dibacakan Al-Quran di dalamnya, seperti kuburan..

Jadi, di manakah sebenarnya kalian tinggal saat ini?
Jika menurut kalian, artikel ini bermanfaat.
Silakan di-share untuk teman Anda, sahabat Anda, keluarga Anda, atau bahkan orang yang tidak Anda kenal sekalipun.

Jika mereka tergerak hatinya untuk menghidupkan Al-Quran di tempat tinggalnya setelah membaca artikel yang Anda share, maka semoga Anda juga mendapatkan balasan pahala yang berlimpah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Aamiin Ya rabbal 'alamiin